Sudahkah
kita merdeka? Bagi yang hidupnya selalu ada, Mereka mengatakn kita sudah
merdeka dan begitu nikmat kemerdekaan karena gambar pahlawan dalm uang negara
indonesia sudah berbaris rapi di saku dangannya aku bisa beli apa saja yang ku
mau.
Bagi
yang hidupnya pas pasan mengatakan memang kita sudah merdeka dari penjajah tapi
hakikatnya kita belum meresakan kemerdekaan karena aku tinggal ditanah surga
tapi untuk makan saja susah seperti diperjara.
Sang poklamator nagara kita mengatakan "Janganlah
mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada
ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai! Berjuanglah terus dengan
mengucurkan sebanyak-banyak keringat." [Ir. Soekarno, Pidato HUT
Proklamasi]
Terlepas
dari makna merdaka belumnya kita tetapi secara kasat mata memang panding father kita sudah
mepoklamirkan kemerdekaan negara indonesia dari penjajah pada tanggal 17 agustus 1945. Hari
ini senin, 17 agustus 2015 tepat 70 tahun negara ini berdiri semua warga negara ini
gegap gembita menyambut hari kemerdekaan republik ini.
Yang
menjadi pertanyaan adalah Bagaimana merayakan kemerdekaan yang kita terima
sebagai anugrah Allah, apa dengan seremonial upacara bendera? Atau dengan
mengadakan acara hiburan? Mengadakan lomba lomba atau dengan mengibarkan
bendera merah putih di dasar laut atau diketinggian.
Sebelum
kita membahas bagaimana memaknai dan merayakan kemerdekaan, mari kita buka
kembali lembaran sejarah yang mungkin sudah kita lupa. Mari kita baca sejarah bagaimana
kemerdekaan ini didapat, bagaimna panding father kita memperjuangkan
kemerdekaan?
10
november 1945 Bong Tomo dalam pidatonya menyerukan : “Kita tunjukkan
bahwa kita adalah benar-benar orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita,
saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan
kita tetap: MERDEKA atau MATI. Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya
pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di
pihak yang benar, percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita
sekalian. Allahu Akbar..! Allahu Akbar..! Allahu Akbar…! “
Pada
tanggal 22 November 1945 disurabaya, NU mencetuskan Resolusi Jihad, yang isinya
sebagai berikut : 1) Kemerdekaan Indonesia yang memproklamirkan pada 17 Agustus
1945 wajib dipertahankan. 2) Republik Indonesia sebagai satu-satunya
pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan. 3) Musuh Republik
Indonesia, terutama Belanda yang datang membonceng tugas-tugas tentara Sekutu
dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan menggunakan kesempatan
politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia. 4) Umat Islam, terutama
Nahdlatul Ulama, wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya
yang hendak menjajah kembali Indonesia. 5) Kewajiban tersebut adalah suatu
jihad yang mehjadi kewajiban setiap orang Islam (fardlu ‘ain) yang berada pada
jarak radius 94 km (jarak dimana umat Islam diperkenankan Sholat Jama’ dan
Qoshor). Adapun mereka yang berada diluar jarak itu berkewajiban membantu
saudara-saudaranya yang berada dalam radius 94 km tersebut.
Slogan
yang dikumandangkan oleh para kiai dan ulama dalam peperang mempertahankan
kemerdekaan di Plagan, Ambarawa, Semarang, Bandung, dll adalah “Hidup Mulia atau Mati
Syahid di Jalan Allah” dan “Cinta Tanah Air adalah Bagian dari Iman”.
Dan
kalimat yang pendahulu kita inginkan sebagai dasar negara ini yang diputuskan
di rapat BPUPKI “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi
pemeluknya” namun demi toleransi dan menjaga negara RI
dari perpecahan, akhirnya disepakati dengan kalimat : “ Ketuhanan Yang Maha Esa
“ (peranan Ki Bagus menempatkan Yang Maha Esa sebagai Taukhid Rakyat Indonesia
). ( Endang Syaifuddin Anshari, Piagam jakarta)